Selasa, 11 Mei 2010

HUKUM PERUMAHAN DAN APARTEMEN

---__HUKUM PERUMAHAN DAN APARTEMEN__---
Dasar Hukum :
UU No.4/1992 tentang perumahan dan pemukiman
Pengertian Pemukiman dan Permukiman
KKBI :
- Mukim : penduduk tetap,tempat tinggal, kediaman daerah/kawasan
- Bermukim : bertempat tinggal, berdiam
- Memukimkan : menyuruh bermukim,menempatkan supaya bertempat tinggal secara tetap
- Permukiman : daerah tempat bermukim, hal bertalian dengan bermukim.
- Pemukiman : proses/tindakan memukimkan kendali penduduk yang mengungsi karena bencana alam akan segera dilaksanakan.
Pokok Pembahasan :
1. Ruang lingkup
2. Pengertian”/istilah
3. Asas dan tujuan permukiman,pemukiman dan apartemen
4. Penataan ruang dan pengadaan tanah
5. Penyediaan dan pengadaan tanah
6. Pemberian hak milik atas tanah RSS dan RS /rumah tinggal
7. Pemilikan rumah/hunian bagi orang asing
8. Pemberian hak atas tanah untuk penanaman modal
9. Kondo…… tanah perkotaan (Per.Ka BPN No.5/1991)
10. Kebijakan bank atas tanah (Land Banking)
11. Rumah susun dan satuan RS
12. Badan pengelolaan perumahan dan pemukiman
13. Kredit pemilihan rumah
14. Pengikatan jual beli
PENGERTIAN/ISTILAH
- Rumah : bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana pembinaan keluarga
- Perumahan : kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
- Permukiman : bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
- Satuan lingkungan permukiman ---->kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah.
KASIBA (Kawasan Siap Bangun)
KSB :
Sebidang tanah tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembagunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangunan/lebih yang pelaksanannya dilakukan secara bertahap dengan lemah. Dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tingkat II dan memenuhi pensyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan, khusus untuk daerah khusus ibukota Jakarata rencana tata ruang lingkungannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah khusus ibukota Jakarta.
Jaringan primer : prasarana lingkungan dalam siap bangun adalah jaringan utama yang menghubungkan antar kawasan permukiman / antara kawasan permukiman dan kawasan.
LISIBA ( lingkungan siap bangun )
LBS : sebidang tanah yang merupakan bagian dari kawasank siap bangun atau………..
10 February 2009
Oleh : Kahar Lahae
Kebijakan Hukum Perumahan Dan Pemukiman
Tidak semua daerah/zona dapat disediakan sebagai lokasi untuk perumahan dan pemukiman
- Ada pembangunan pemukiman dalam skala kecil (bisa dibangun oleh swasta dan terdiri atas beberapa unit rumah)
- Ada pembangunan pemukiman dalam skala besar (kawasan siap bangun, diperlukan PP No.80/99 tentang Kasiba dan Lisiba, dalam P.2 : untuk pengelolaan Kasiba bertujuan agar tersedia 1/bulan lingkungan siap bangun yang telah dilengkapi jaringan primer dan sekunder, serta memenuhi pelayanan untuk masyarakat dan sarana lingkungan dan rutinitas umum dan harus sesuai dengan rencana tata ruangan
1. Kasiba
2. Lasiba
3. KTM
Pengelolaan Lisiba bagian dari Kasiba / LIsiba yang berdiri sendiri, berguna agar tersedia kapling tanah dan rumah dengan pola hunian berkembang, berencana, terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pengelolaan kasiba dilakukan oleh pemerintah yang menyelenggarakan oleh badan pengelolaan, yakni badan usaha milik Negara/badan lain yang dibentuk oleh pemerintah, yang …… sebagai pengelola kasiba termasuk badan.
Yang menuntut badan pengelolah dilakukan oleh kepala daerah.ketika badan pengelola dilakukan oleh kepala daerah. Ketika badan pengelola dituntun, diartikan sebagai pemberian izin untuk perolehan tanah.
Pengelolaan Lisiba yang menjadi bagian dari limba dilakuakan oleh masyarakat pemilik tanah/badan usaha pengelolaan.
Dalam pengelolaan lisimba yang berdiri sendiri, dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah/badan pengembagan masyarakat pemilik tanah dapat membentuk usaha bersama yang anggota terdiri atas para pemilik tanah.
Penetapan lokasi dan penyediaan tanah untuk Kasiba dan Lasiba
Kasiba ----> perkotaan dan perdesaan dan kawasan khusus
Libiba berdiri sendiri ---> perkotaan dan kawasan ……..
Pemerintah harus memperhatikan :
1. Jumlah unit rumah yang dapat ditanaming kasiba; kurang lebih 3000 rumah – 10000 rumah.
2. Untuk lingkungan siap pakai ; jumlah lokasi 1000 unit rumah
3. Untuk lisiba yang berdiri sendiri, jumlah unit 1000-2000 unit rumah.
Pemerintah daerah dalam menentukan lokasi…………
Izin perolehan tanah mereka dalam kegiatan jual beli. Untuk penyediaan lokasi Kasiba dan Lasiba dapat pada tanah Negara dan tanah hak, dan diupayakan agar ada pemidandan penduduk. Jika dalam lokasi Kasiba dan Lisiba terdapat penduduk, maka penduduk ini harus menjadi begian dari pengembagan itu sendiri.

Kamis, 06 Mei 2010

Tugas PerKuliahan (Hukum Perjanjian)

PERJANJIAN PINJAM PAKAI
DAN
PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM
1. Pinjam Pakai
Dalam perjanjian pijam pakai,barang yang dipinjamkan tidak habis atau musnah karena pemakaian. Sipemilik barang meminjamkan barangnya kepada peminjam secara Cuma-Cuma ini sesuai dengan definisinya berdasarkan pasal 1740 pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya. Dalam pinjam pakai hak kepemilikan barang tetap berada pada yang meminjamkan barang, peminjam hanya memiliki hak pakai.
Perikatan-perikatan yang terbit dari perjanjian pinjam pakai berpindah kepada ahli waris pihak yang meminjamkan dan pada ahli waris yang meminjam. Namun, jika suatu peminjaman dilakukan karena mengingat orangnya yang menerima pinjaman dan telah diberikan khusus kepada orang tersebut secara pribadi, maka para ahli waris orang ini tidak dapat tetap menikmati barang pinjaman itu hal ini berdasarkan pasal 1743. Hal pertama yang tercantum dalam pasal tersebut sejalan dengan asas umum dari hukum pewarisan. Namun apabila hal tersebut (hak dan kewajiban) ada hubungannya yang sangat erat dengan pribadi si meninggal, hak dan kewajiban itu tidak beralih kepada para ahli warisnya. Begitu pula bagian kedua dari pasl tersebut diatas, peminjaman itu dilakukan karena mengingat orangnya dan diberikan khusus kepada si meninggal secara pribadi, maka perjanjian pinjam pakai berakhir dan para ahli waris wajib mengembalikan barangnya. Dapat dijadikan contoh, mobil dinas yang digunakan oleh pejabat selama menjabat, dapat digunakan oleh mereka hanya selama menjabat. Apabila jabatan mereka berakhir maka mereka wajib mengembalikan mobil tersebut kepada instansi pejabat tersebut menjabat. Namun jika pejabat yang dipinjamkan mobil tsebut meninggal maka perjanjian seketika itu juga berakhir dan para ahli waris diwajibkan mengembalikan mobil yang dipinjamkan tersebut.
Perjanjian pinjam pakai ini merupakan contoh dari suatu perjanjian sepihak atau unilateral (dimana perkataan “sepihak” ditujukan pada hanya adanya prestasi dari satu pihak saja). Sifatnya sepihak itu dinyatakan dengan rumusan “dipakai dengan Cuma-Cuma”, artinya hanya pihak yang meminjamkan yang berprestasi, sedangkan pihak yang meminjam hanya menggunakan tanpa ada balas prestasi kepada yang meminjamkan. Sehingga didalam perjanjian pinjam pakai ini tidak terdapat kontra prestasi. Namun begitu, terdapat kewajiban-kewajiban bagi si peminjam dan yang meminjamkan.
2. Kewajiban-Kewajiban Si Peminjam
Tedapat kewajiban-kewajiban bagi para peminjam yakni; siapa yang menerima pinjaman sesuatu, diwajibkan menyimpan dan memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik. Ia tidak boleh memakainya guna suatu keperluan lain, selainnya yang sesuai sifatnya barangnya atau yang ditetapkan dalam perjanjian; kesemuanya atas ancaman penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu. Jika ia memakai barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari pada yang diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab atas musnahnya barangnya sekalipun nusnahnya barang itu disebabkan karena kejadian yang sama sekali tidak disengaja hal ini tercantum dalam pasal 1744. Bunyi pasal tersebut sangat jelas bahwa peminjam diwajibkan memelihara barang tersebut seperti miliknya sendiri. Barang yang dipinjamkan pun harus digunakan sesuai dengan manfaatnya barang tersebut atau berdasarkan kesepakatan antara peminjam dan penerima. Contohnya, apabila sebuah rumah dipinjamkan oleh si A kepada si B untuk tempat tinggal, namun si B menggunakannya sebagai Rumah Makan dan apabila terjadi kebakaran, maka B berkewajiban mengganti atas kerugian si A yang meminjamkan meskipun kebakaran tersebut tidak disengaja oleh si B.
Terdapat kewajiban lain bagi si peminjam; jika barang yang dipinjam musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, yang mestinya dapat disingkiri seandainya sipeminjam telah memakai barangnya sendiri, atau jika hanya satu dari kedua barang itu saja yang dapat diselamatkan, si peminjam telah memilih menyelamatkan dia punya barang sendiri, maka ia bertanggung jawab atas musnahnya barang lainnya. Hal tersebut tercantum dalam pasl 1745, dari kententuan tersebutdapat kita simpulkan bahwa yang diutamakan keselamatan barangnya adalah milik yang meminjamkan dibandingkan barang milik peminjam sendiri harus di kesampingkan. Sedangkan dalam hal penggunaan, apabila si peminjam memiliki barang yang sama dengan barang yang dipijam, hendaknya ia menggunakan barangnya sendiri terlebih dahulu.
Dalam pasal 1746 menyatakan bahwa; Jika barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila diperjanjikan sebaliknya. Dari ketentuan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa apabila sebelum barang diserahkan dalam pinjam pakai dan telah ditaksir harganya dihadapan kedua belah pihak, maka hal itu dianggap sebagai prasangka atau petunjuk bagi peminjam untuk memikul resiko atas barang pinjamannya.
Jika barangnya berkurang harganya hanya kaarena pemakaian untuk mana barang itu telah dipinjam, dan diluar kesalahan sipemakai, maka sipeminjam tidak bertanggung jawab tentang kemunduran itu. Hal tersebut tertuang dalam pasal 1747, pasal tersebut mengisyaratkan bahwa jika barang dipakai dalam batas-batas yang ditetapkan dalam perjanjian atau undang-undang, maka resiko atau barang dipikul oleh pemilik barang atau yang meminjamkan. Hal ini dikarenakan peminjam telah memanfaatkan atau menggunakan barang yang dipinjam sesuai dengan apa yang telah disepakati atau diperjanjikan.
Dalam pasal 1748 menyatakan bahwa; apabila si pemakai, untuk dapat memakai barangnya pinjaman, telah mengeluarkan sementara biaya, maka tak dapatlah ia menuntutnya kembali. Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena dalam pinjam pakai selalu mengandung kebaikan dari yang meminjamkan. Misalnya saja, si peminjam meminjam mobil dan telah mengeluarkan biaya untuk membeli bensin atau menambalkan ban, maka hal itu dianggap tidak pantas apabila si peminjam meminta ganti rugi kecuali waktu meminjam mobil itu si peminjam harus mengeluarkan biaya yang banyak untuk mengganti mesin tentu saja si peminjam diperbolehkan meminta ganti rugi kepada pemilik mobil atau yang meminjamkannya. Dalam pasal 1748 ini terdapat kalimat ‘sementara biaya’ dimaksudkan disini biaya yang tidak terlampau banyak.
Dalam pasal 1749 menyatakan bahwa; jika beberapa orang bersama-sama menerima satu barang dalam peminjaman, maka mereka itu adalah masing-masing untuk seluruhnya. Bertanggung jawab terhadap orang yang memberikan pinjaman. Pasal tersebut mengisyaratkan bahwa si yang meminjamkan dapat meminta dari setiap orang untuk mengganti jumlah seluruh ganti rugi tanpa perlu membagi berapa bagian tiap orangnya. Karena apabila salah satu dari mereka telah membayar seluruh ganti rugi, maka yang lainnya dibebaskan. Bagaimana pembagiannya diantara para peminjam itu bukanlah urusan pemilik barang atau yang meminjamkan.
3. Kewajiban-Kewajiban Yang Meminjamkan
Selain kewajiban si peminjam, yang meminjamkan pun memiliki kewajiban yakni; dalam pasal 1750 menyatakan bahwa orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan waktu yang demikian, setelah barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud. Ketentuan ini juga sudah semestinya, karena maksud si peminjam meminjam barang adalah untuk digunakan untuk keperluan si peminjam. Dan sangat tidak pantas apabila yang meminjamkan meminta kembali barang miliknya apabila si peminjam belum lewat waktu meminjam barang itu meskipun hak kepemilikan ada pada yang meminjamkan. Selain itu juga, mungkin saja si peminjam menghadapi kesulitan yang lebih besar dari pada kalau ia tidak memperoleh pinjaman barang tersebut. Namun dilain pihak, bisa saja yang meminjamkan pun memerlukan barang yang dipinjamkannya kepada si peminjam. Dalam hal seperti itu, jika si peminjam tidak berkenaan mengembalikan barang karena belumlah habis waktu pinjamnya, harus diminta perantara Hakim, yang mengingat keadaan, dapat memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang yang dipinjamnya kepada orang yang meminjamkan atau pemilik barang tersebut.
Hal tersebut diatas tentang kewenangan hakim megingat keadaan dapat memaksa si peminjam untuk mengembalikan barang, diatur dalam pasal 1751 yang berbunyi; jika namun itu orang yang meminjamkan, didalam jangka waktu tersebut, atau sebelum kebutuhan sipemakai habis, karena alasan-alasan yang mendesak dan sekonyong-konyong, memerlukan sendiri barangnya, maka hakim dapat, mengingat keadaan, memaksa sipemakai mengembalikan barangnya kepada orang yang meminjamkannya.
Dalam pasal 1752 menetapkan; jika si pemakai barang selama peminjaman, telah terpaksa mengeluarkan beberapa biaya luar biasa yang perlu, yang sebegitu mendesaknya sehingga ia tidak sempat memberitahukan hal itu sebelumnya kepada orang yang meminjamkan, maka orang ini diwajibkan mengganti biaya-biaya tersebut kepada si pemakai.
Akhirnya pasal 1753 menetapkan; jika barang yang mengandung cacad-cacad yang sedemikian, hingga orang yang memakainya dapat dirugikan karenanya, maka orang yang meminjamkan, jika ia mengetahui adanya cacad-cacad itu dan tidak memberitahukannya kapada si pemakai, bartanggung jawab tentang akibat-akibatnya. Pasal ini menegaskan bahwa apabila suatu barang dianggap tidak layak untuk dipinjamkan, maka pemilik barang hendaknya tidak meminjamkan. Namun, apabila pemilik barang dengan sengaja meminjamkan dan mengetahui bahwa barang tersebut cacad, maka ia bisa dianggap dengan sengaja atau bermaksud buruk.
Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, barang yang digunakan dalam perjanjian ini adalah barang yang dapat habis dipakai. Orang yang meminjamkan berhak untuk menuntut balas dengan barang yang sama dengan kadar atau jumlah yang sama. Hal ini sejalan dengan pasal 1754 yang mengemukakan bahwa pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.
4. Pinjam Meminjam
Sebagaimana telah diterangkan dalam bab tentang pinjam pakai, yang membedakan antara pinjam pakai dan pinjam meminjam adalah apakah barang yang dipinjamkan itu menghabis karena pemakaian atau tidak. Kalau barang yang dipinjam itu menghabis karena pemakaian, itu adalah pinjam-meminjam. Dalam istilah ‘verbruik-lening’ untuk perjanjian pinjam meminjam ini, perkataan ‘verbuik’ berasal dari bahasa ‘verbruiken’ yang berarti menghabiskan. Dapat juga terjadi baahwa barang yang menghabiskan karena pemakaian diberikan dalam pinjam pakai, yaitun jika didukung maksud bahwa ia hanya akan dipakai sebagai pajangan atau dipamerkan.
Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam itu, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah, dengan cara bagimanapun, maka kemusnahan itu adalah tanggungannya (pasal 1755). Karena si peminjam diberikan kekuasaann untuk menghabiskan (memusnahkan) barangnya peminjam, maka sudah setepatnya ia dijadikan pemilik dari barng itu. Sebagai pemilik ini ia juga memikul segal resiko atas barang tersebut. Sebagi pemilik ini pinjam uang, kemorosotan nilai uang itu.
Dalam halnya, peminjam uang, utang yang terjadi karena hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika sebelum saat perlunasan, terjadi ustau kenaikan atau kemunduran harga (nilai) atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlaah yang dipinjamharus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan, dihitung menurut harganya (nilainya) yang berlaku pada saat itu (pasal 1756). Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah uang yang terutang, kita harus berpangkal pada jumlaah yang disebutkan dalam perjanjian.
Dalam hubungan menetapkan jumlah uang yang harus dibayar oleh si berutang dalm perjanjian-perjanjian sebelum Perang Dunia II. Terdapat suatu yurisprudensi mahkamah agung yang terkenal, yang mengambil dasr untuk penilaian kembali tentang jumlah yang terutang itu :harga emas sebeelum perang dibandingkan dengan harga emas sekarang, namun resiko tentang kemorosotan nilai mata uang itu dipikul oleh masing-masing pihaak separoh. Mula-mula putusan-putusan seperti itu ddiambil dalm menetapkan jumlah uang tebusan dalam soal gadai tanah, tetapi kemudiam utang-piutaang uang juga mendpat perlakuan yang sama.Yurisprudensi tersebut mencerminkaan suatu peengetrapan asas itikad baik yang haarus diindahkan dalam hal pelaksanaan suatu perjanjian, seperti terkandung dalam pasal 1338 (3) B.W.
5. Kewajiban-Kewajiban Yang Meminjamkan
Terdapat kewajiban-kewajiban bagi orang yang meminjamkan yakni; orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya, sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Hal tersebut merupakan pernyataan dari pasal 1759, ketentuan ini sudahlah tepat karena sangatlah tidak etis apabila orang yang meminjamkan suatu barang misalnya, lalu meminta kembali padahal belum lewat waktu seperti yang diperjanjikan sebelumnya meskipun barang itu milik yang meminjamkan, demikian juga halnya dengan uang yang . Dalam pasal 1760 menyatakan; Jika tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, hakim berkuasa, apabila orang yang meminjamkan menuntut pengembalian pinjamannya, menurut keadaan, memberikan sedikit kelonggaran bagi sipeminjam. Pasal tersebut menguatkan kewenangan hakim sebagai penengah, apabila antara yang meminjamkan dan si peminjam tidak menentukan batas waktu sebelumnya. Kelonggaran tersebut, apabila diberikan oleh hakim, akan dicantumkan dalam putusan yang menghukum si peminjam untuk membayar pinjamanya, dengan menetapkan suatu tanggal dilakukannya pembayaran itu. Penghukuman pembayaran bunga moratoir juga ditetapkan mulai tanggal tersebut. Kalau orang yang meminjamkan, sebelum menggugatkan dimuka hakim, sudah memberikan waktu secukupnya kepada si peminjam, maka tidak pada tempatnya lagi kalau hakim masih juga memberikan pengundran. Jika perjanjian itu dibuat dengan akata otentik (notaris), maka jika itu diminta oleh penggugat, hakim harus menyatakan putusannya dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun ada permohonan banding atau kasasi.
Dalam pasal 1761; jika telah diadakan perjanjian, bahwa pihak yang telah meminjam sesuatu barang atau sejumlah uang, akan mengembalikan bilamana ia mampu untuk itu, maka hakim, mengingat keadaan, akan menentukan waktunya pengembalian. Pada dasarnya penilaian tentang kemampuan si peminjam sangatlah subyektif. Dalam menghadapi janji seperti itu, hakim akan menetapkan suatu tanggal pengembalian pinjaman sebagaimana dilakukan terhadap suatu perjanjian yang tidak menentukan atau mencantumkan suatu waktu tertentu.
Dan pasal 1753 yang merupakan ketentuan tentang pinjam pakai pun berlaku bagi pinjam meminjam apabila yang dipinjam bukan berupa uang tetapi dapat habis karena pemakaian. Misalnya; beras, gandum, gula, bensin, dan laian-lain.


6. Kewajiban-Kewajiban Si Peminjam
Si peminjam pun memiliki kewajiban-kewajiban seperti halnya yang meminjamkan yakni; orang-orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang ditentukan. Hal ini merupakan isi dari pasal 1763. Bila tidak telah ditetapkan sesuatu waktu, maka hakim berkuasa memberikan kelonggaran, menurut ketentuan pasal 1760 yang telah dibahas pada kewajiban-kewajiban yang meminjamkan.
Jika si peminjam tidak mampu mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumlah dan keadaan yang sama, maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus dikembalikan, jika waktu dan tempat ini tidak telah ditetapkan, harus diambil harga barang pada waktu dan di tempat dimana pinjaman telah terjadi (1764). Yang biasa adalah bahwa barang pinjaman harus dikembalikan di tempat dimana pinjaman telah terjadi, yang adalah juga tempat dimana barang itu telah diterima oleh si peminjam. Oleh karena itu, sudahlah tepat pada pasal 1764 tersebut menetapkan bahwa, dalam halnya tidak terdapat penunjuk tempat pengembalian, harus diambil tempat dimana pinjaman telah terjadi, dalam menetapkan harga barang yang harus dibayar oleh sipeminjam.
Dalam pinjam meminjam ini, kebanyakan mengatur tentang pinjam meminjam uang, dalam pinjam meminjam uang biasanya diikut sertakan dengan bunga. Bunga dalam peminjaman uang pun memiliki pengaturannya dalam BW yakni; pasal 1765 menyatakan bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang menghabis karena pemakaian. Bunga yang diperjanjiakan atas peminjaman beras atas gandum, lajimnya juga berupa beras atau gandum, meskipun tidak dilarang untuk menetapkan bunganya berupa uang.



7. Meminjamkan Dengan Bunga
Siapa yang telah menrima pinjaman dan membayar bunga yang telah tidak diperjanjikan, tidak boleh menuntutnya kembali maupun menguranginya dari jumlah pokok, kecuali apabila bunga yang dibayar itu melebihi bunga menurut undang-undang; dalam hal mana uang yang telah dibayar selebihnya boleh dituntut kembali atau dikurangi dari jumlah pokok.
Pembayaran bunga yang tidak telah diperjanjikan tidak mewajibkan si berutang untuk membayarnya seterusnya; tetapi bunga yang telah diperjanjikannya harus dibayar sampai saat pengembalian atau penitipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini dilakukan setelah lewatnya waktu utangnya dapat ditagih (pasal 1766). Menurut pasal ini, bunga yang terlanjur dibayar meskipun tidak ada perjanjian tentang bnga, dapat diminta kembali sekedar melebihi “bunga menurut undang-undang”. Dengan ini dimaksudkan bunga sebesar enam persen setahun menurut Staatsbland (Lembaran Negara) tahun 1848. No. 22.
Jika telah diperjanjikan bunga, maka bunga ini harus dibayar sampai saat pengembalian atau “penitipan” uang pokoknya. Dengan penitipan ini dimaksudkan penitipan uang yang terutang itu dikepaniteraan Pengadilan Negeri atau kepada seorang pihak ketiga, setelah uang itu oleh seorang jurusita atau notaris yang bertindak atas suruhan si berutang, ditawarkan kepada orang yang meminjamkan tetapi ditolak.
Ada bunga menurut undang-undang dan ada yang ditetapkan dalam perjanjian. Bunga menurut undang-undang ditetapkan dlam undang-undang. Bunga yang diperjanjikan boleh melampaui bunga menurut undang-undang, dalam segala hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.
Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian harus ditetapkan secara tertulis (pasal 1767). Berapa besarnya bunga menurut undang-undang, sudah kita lihat diatas, yaitu enam persen setahun. Bunga ini juga dinamakan bunga moratoir, dimana perkataan moratoir ini berarti kelalaian, sehingga itu berarti bunga yang harus dibayar karena debitor lalai membayar utangnya. Di Negeri Belanda bunga moratoir itu sekarang adalah delapan persen pertahun.
Sampai berapa besarnya bunga yang diperjanjikan tidak disebutkan, hanyalah dikatakan : asal tidak dilarang oleh undang-undang. Pembatasan terhadap bunga yang terlampau tinggi hanya kita kenal dalam bentuk “Woeker-ordonnantie 1938”, yang dimuat dalam staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1938 No.524, yang menetapkan bahwa, apabila antara kewajiban-kewajiban bertimbal-balik dari kedua belah pihak, dari semula terdapat suatu ketidak-seimbangan yang luar biasa, sedangkan satu pihak berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa, yang telah disalah-gunkan oleh pihak-lawannya, maka si berutang dapat meminta kepada hakim untuk menurunkan bunga yang telah diperjanjikan ataupun untuk membatalkan perjanjiannya. Melihat bunyinya peraturan tersebut, kiranya sangat sukar apabila kedua pihak adalah pedagang atau usahawan, untuk mengetrapkan Woeker-ordonnantie tersebut, karena suliy mengatakan bahwa salah satu telah berbuat karena kebodohan dan keadaan terpaksa.
Juga dalam lingkungan hukum adat, dapat kita lihat suatu yurisprudensi tetap dari mahkamah Agung, yang menetapakan bahwa besarnya suku bunga pinjaman adalah sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama (lihat a.l. putusan Mahkamah Agung tanggal 22-7-1972 No. 289 K/Sip/1972).
Jika barang meminjamkan telah memperjanjikan bunga dengan tidak menetap berapa besarnya, maka si penerima pinjaman diwajibkan membayar bunga menurut undang-undang (pasal 1768).
Akhirnya dalam hal pinjam uang dengan bunga itu oleh pasal 1769 ditetapkan bahwa bukti pembayaran uang-pokok dengan tidak menyebutkan sesuatu apa mengenai bunga, memberikan persangkaan tentang sudah pula dibayarnya bunga itu, dan si berutang dibebaskan dari pada itu. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa, apabila seorang kreditor memberiakan tanda pembayaran yang sah tentang telah bayarnya uang-pokok, dianggap bahwa bunga-bunga yang terutang juga sudah dibayar. Jika sebenarnya tidak demikian, itu manjadi beban bagi kreditor untuk membuktikannya.

Tugas PerKuliahan (Hukum Perdata)

Tugas PerKuliahan (Hukum Perdata)

Pengertian Sita dan Dasar Hukum
Dasar Hukum dari Penyitaan adalah pasal 197 ayat 9, 199 HIR, 212, 214 Rbg. Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda), dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.
Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah:
- tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan,
- tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim,
- barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut,berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat untuk pembayaran atau pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang barang yang disita tersebut,
- penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

Jenis-Jenis Penyitaan
Ada beberapa macamsita yang dikenal di lingkungan Peradilan Umum
a. Sita Revindikasi (Revindicatoir-Beslag)
Sita revindikasi adalah sita yang dilakukan oleh pengadilan terhadap benda begerak (al-manqul atau onroerende-goederen) milik sendiri yang berada di tangan orang lain, atau terhadap benda milik sendiri yang telah dijual tetapi belum dibayar harganya oleh pembeli.
Barang bergerak yang disita harus dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpannya, atau dapat juga barang tersebut disimpan di tempat lain yang patut.
Akibat hukum daripada sita revindikasi ini ialah bahwa pemohon atau penyita barang tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkannya.
b. Sita Marital atau Matrimonial
Sita Marital ini diatur dalam HIR maupun Rbg, tetapi diatur dalam BW dan Rvs (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering). Sita ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan barang, melainkan menjamin agar barang yang disita tidak dijual. Jadi fungsinya adalah untuk menjamin hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita, agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga.
Menurut Sudikno, sita marital ini lebih tepat disebut sita matrimonial sebab di Negeri Belanda sendiri kenyataannya bukan hana isteri yang berhak mengajukannya tetapi juga suami. Sita matrimonial ini sangat diperlikan oleh Peradilan Agama sebab hampir sebagian besar perkara di lingkungan Peradilan Agama menyangkut masalah sengketa suami-isteri, dan itu dimungkinkan, sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 24 ayat (2) PP No. 9 tahun 1975 juncto Pasal 78 sub c. UU No. 7 tahun 1989.
c. Sita Jaminan (Conservatoir-Beslag)
Sita jaminan adalah sita yang dilakukan oleh pengadilan atas permohonan dari pihak penggugat atas milik orang lain (yakni milik tergugat) agar hak penggugat terjamin akan dipenuhi oleh tergugat setelah penggugat diputus menang dalam perkaranya nanti.
Untuk mengajukan sita jaminan ini haruslah ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Apabila penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa ada kekhawatiran bahwa tergugat akan mengasingkan barang-barangnya, maka sita jaminan tidak dilakukan.
Sita jaminan dapat dilakukan bersama-sama dengan pokok perkara atau dapat juga diajukan terpisah dari pokok perkara. Lazimnya, permohonan sita jaminan itu diajukan sebelum jatuhnya putusan dan kebanyakan disatukan dengan gugatan. Karena sita jaminan ini dapat dilakukan terhadap barang bergerak atau terhadap barang bergerak milik tersita yang ada di tangan orang lain maka sita jaminan ini akan sangat luas sekali pembahasannya.
 Sita terhadap Benda Bergerak Milik Tersita yang Ada di tangan Tersita Sendiri
Barang bergerak yang disita harus dibiarkan tetap ada pada tergugat atau tersita untuk disimpannya dan dijaganya serta dilarang menjual atau mengalihkannya. Atau barang yang bergerak yang disita itu dapat pula disimpan ditempat lain guna mencegah barang yang disita itu menjadi rusak. Jadi dengan adanya sita conservatoir itu tersita atau tergugat sebagai pemilik barang yang disita kehilangan wewenangnya atas barang miliknya.
 Sita terhadap Benda Tetap Milik Tersita
Penyitaan dilakukan di tempat mana benda tetap itu terletak dan dicocokkan sifat-sifat, bentuk maupun batas-batasnya, disaksikan oleh lurah/ kepala desa, diumumkan pula oleh kelurahan atau desa tersebut agar diketahui umum sehingga terhindar dari pengalihan kepada orang lain. Penyitaan barang tetap itu meluputi juga tanaman di atasnya serta hasil panen pada saat dilakukan penyitaan. Kalau barang tetap itu disewakan oleh pemiliknya, maka panen itu menjadi milik penyewa. Sedangkan sewa yang belum dibayarkan kepada pemilik barang tetap yang disita, termasuk disita (ps. 509 Rv).
 Sita terhadap Benda Bergerak Milik Tersita yang Berada di Tangan Orang Lain
Penyitaan barang tergugat yang berada di tangan orang lain atau pihak ketiga disebut derden beslag. Tujuannya memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan penyitaan terhadap hak milik tergugat yang berada di tangan pihak ketiga, untuk melindungi kepentingan kreditor (penggugat), agar terjamin pemenuhan pembayaran yang dituntunya. Ketentuan mengenai sita pihak ketiga diatur dalam Pasal 197 ayat (8) HIR dan Pasal 211 Rbg, yang menyebutkan bahwa barang bergerak milik debitur meliputi uang tunai, surat-surat berharga yang bernilai uang, atau barang berwujud yang ada di tangan pihak ketiga. Akan tetapi sita conservatoir ini tidak boleh dilakukan atas hewan dan alat-alat yang digunakan untuk mencari mata pencaharian.
1.3. Fungsi Penyitaan
1.4. Mekanisme Penyitaan
Adapun mekanisme dari penyitaan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan:
- Dituangkan dalam bentuk surat penetapan yang diterbitkan oleh Ketua PN atau majelis yang bersangkutan;
- Berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk melaksanakan sita jaminan terhadap harta kekayaan tergugat.
b. Penyitaan dilaksanakan panitera atau juru sita
c. Memberitahukan penyitaan kepada tergugat yang berisi:
- Hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam serta tempat penyitaan;
- Agar tergugat menghadiri penyitaan. Dalam hal ini kehadiran tergugat tidak menjadi syarat keabsahan pelaksanaan sita.
d. Juru sita dibantu oleh dua orang saksi
- Dijelaskan nama, pekerjaan, dan tempat tinggal saksi dalam berita acara sita,
- Saksi harus penduduk Indonesia,
- Paling rendah berumur 21 tahun,
- Orang yang dapat dipercaya.
e. Pelaksanaan sita dilakukan ditempat barang terletak
- Juru sita dan saksi datang di tempat barang yang hendak disita, dan
- Tidak sah penyitaan yang tidak dilakukan di tempat barang terletak.
f. Membuat berita acara sita
Hal-hal pokok yang harus dimuat dalam berita acara sita jaminan:
- Tanggal dan nomor surat penetapan,
- Jam, tanggal, hari bulan, dan tahun penyitaan,
- Nama, pekerjaan, dan tempat tinggal saksi,
- Rincian satu per satu jenis barang yang disita,
- Penjelasan pembuatan berita acara dihadapan tersita (jika hadir),
- Penjelasan penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita, dan
- Ditandatangani juru sita dan saksi.
g. Meletakkan barang sitaan di tempat semula
h. Memanggil para pihak menghadiri sidang
i. Meyatakan sita sah dan berharga
j. Menyerahkan barang kepada penggugat
k. Memerintahkan pencabutan sita apabila gugatan ditolak.

Bahan Kuliah (Hukum Tata Negara)

EKSEKUSI
Upaya paksa : pembayaran sejumlah uang paksa/sanksi adminstrasi
diumumkan pada media massa setempat oleh panitera
 tuntutan ganti rugi
 tuntutan Rehabilitasi

penjelasan :
eksekusi Inkracht PTUN PT.TUN MA PK

PTUN gugatan
PT.TUN memori banding

Khusus di pengadilan TUN, ada 2 macam eksekusi :
1. harus menerbitan K.TUN
2. pejabat /badan TUN tidak mau mengindahkan putusan PTUN maka dilakukan eksekusi (pejabat menolak tidak suka rela menjalankan putusan) dasar eksekusi.
uang paksa dijalankan sbg sanksi krn pihak penggugat tidak menaati uang paksa.
dalam perkara perdata,uang paksa diajukan dalam gugatan dibagian petitum.besarnya ditentukan oleh pengadilan.

sanksi administrasi :
1. teguran lisan (proses verbal)
2. teguran tertulis
3. non jabatan
4. pemberhentian sementara
5. penurunan pangkat
6. tunda gaji secara berkala
7. pemecatan (ultimatum medium)
ada juga sanksi administrasi yang bersifat koordinasi/ganda, antara penggugat dan tergugat.

tujuan diumumkan pada media massa
“untuk memperoleh sanksi social” agar pejabat/badan TUN dapat melaksanakan/menjalankan putusan hokum.

tuntutan ganti rugi atas dasar putusan pengadilan.
dapat diajukan banding. diajukan di PT.TUN,peradilan umum yang bersifat Deklaratoir.
ada putusan TUN dijalankan/diajukan di Pengadilan umum :
• tuntutan rehabilitasi : pengembalian nama baik
• tuntutan ganti rugi : kedua tuntutan ini hanya diajukan pada sengketa di bidang “kepegawaian”.

__UPAYA HUKUM__

yaitu :
1. perlawanan terhadap putusan Verzet/Verstek
2. upaya hokum banding
3. upaya hokum kasasi
4. upaya hokum luar biasa

dalam perdata : PK (peninjauan kembali),syarat :ada bukti baru.

Ad. 2
Prosedur Upaya Hokum Banding
1. banding diajukan terhitung 14 hari setelah pemberitahuan.
- lewat 14 hari, tidak ada upaya hukum lain, kecuali upaya hukum luar biasa (dalam hal ini putusan sudah bersifat inkracht).
Kecuali yang bersangkutan/kuasa hadir pada saat persidangan.
2. Setelah pengajuan, maka pada jangka waktu 30 hari sudah membaca berkas” yang ada di dalam pengadilan.
3. Dalam jangka waktu 60 hari pengajuan kontrak memori banding (permohonan banding lebih penting).
4. Pengadilan tinggi (banding) memeriksa sendiri :
1. Mengenai kompetensi pengadilan.
2. Mengenai pembuktian
• Pembuktian berupa :
Positif : harus menelusuri apakah bukti ini sah atau palsu.
1. Surat
Negatif : hanya melihat bahwa ada yg tertulis dalam hitam dan putih. Tanpa menelusuri sah/tidaknya.
2. Saksi
3. Alat
4. Keyakinan hakim
NB :
Hakim selalu menggunakan 2 teori ini (positif dan negative) jika hukum ragu maka hakim akan membuka siding (dengan meninggalkan para pihak) tetapi kalau hakim pasti/tidak ragu maka hanya akan membacakan berkas saja.

Upaya hukum :
- upaya hukum adalah suatu upaya yg diberikan kepada seseorang untuk sesuatu hal tertentu untuk melawan keputusan hakim.
- Upaya hukum adalah untuk menegaskan kebenaran dan keadilan sehingga setiap putusan hakim tersebut perlu dimungkinkan untuk diadakan pemeriksaan ulang.
- Uapay hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu keputusan.

Ad. 3
Prosedur Kasasi, yaitu :
1. tenggang waktu kasasi 14 hari
banding : pengajuan memori banding tidak wajib tapi sebaiknya diajukan
kasasi : pengajuan permohonan memori kasasi wajib diajukan.
Kasasi terkait dengan penerapan hak.
Kakasi juga menerapkan pembuktian :
- kompetensi pengadilan
- mengenai pembuktian alat bukti
Ad. 4
Upaya Hukum Luar biasa.
Syarat PK------> harus ada bukti baru.
Tetapi ….“ pengajuan kembali tidak boleh menghalangi eksekusi. Karena putusan sudah memiliki kekuatan hukum tetap (in Kracht)”.

___SENGKETA TUN__

Sengketa : sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, pertikaian atau perselisihan.
Sengketa TUN : sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perUUan yang berlaku.
Tolak ukur sengketa TUN :
 Tolak ukur subjek : para pihak yang bersengketa di bidang TUN.
 Tolak ukur pangkal sengketa : sengketa TUN yang diakibatkan oleh keputusan TUN.

Jenis” sengketa TUN :
1. Sengketa Intern
Sengketa antara administrasi Negara yang terjadi di dalam departemen/instansi maupun sengketa yang terjadi antardepartemen/instansi (sengketa hukum antar wewenang).
2. Sengketa Ekstern
Sengketa antara administrasi Negara dengan warga dalam perkara administrasi sebagai akibat keputusan TUN, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
Apakah UU-PTUN menganut sengketa Intern :
Pasal 1 (4) UU-PTUN :
Sengekta TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang/BHP dengan badan/pejabat TUN, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perUUan yang berlaku.


UU-PTUN
- hanya mengenal sengketa ekstern, yaitu sengketa antara orang/BPH dengan badan/pejabat TUN.
- Pangkal sengketa adalah KTUN
- Produk adm.negara yang berbentuk peraturan ditangani oleh MA melalui “judicial review”. Sedangkan perbuatan menteri ditangani di pengadilan umum.
Bagaimana dengan Sengketa Intern :
1. UU-PTUN tidak membuka peluang bagi sengketa intern
2. Sengketa antarlembaga Negara yang kewenangannya diatur dalam UUD, diselesaikan oleh MK.
3. Sengketa kewenagan lainnya tidak diatur lembaga mana yang menyelesaikan.

Unsur” semgketa TUN :
1. Dibidang TUN
2. Antara orang/BHP vs Badan/pejabat TUN
3. Di pusat maupun di Daerah
4. Sebagai akibat dikeluarkannya KTUN
5. Berdasarkan peraturan perUUan yang berlaku.

Keputusan TUN
KTUN : penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan perUUan yang bersifat individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau BHP.

Unsur-unsur KTUN :
1. Penetapan tertulis
2. Dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN
3. Berisi tindakan hukum TUN
4. Bersifat konkret.
5. Individual
6. Final
7. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau BHP.

Penetapan tertulis
1. Menunjuk pada isi bukan bentuk.
2. Pensyaratan tertulis adalah semata untuk kemudahan segi pembuktian.
3. Sebuah memo/nota dapat memenuhi syarat tertulis apabila sudah jelas :
 badan/pejabat TUN mana yang mengeluarkan
 maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu,
 kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya.

Badan/Pejabat TUN
Badan/pejabat TUN dipusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat ekslusif.

Tindakan hukum TUN :
Perbuatan hukum badan/pejabat TUN yang bersumber pada suatu ketentuan hukum TUN yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada orang lain.

Bersifat Konkret :
1. Objek yang diputuskan dalam KTUN tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu atau dapat ditentukan, Misal : keputusan tentang pemberian nama,atau pencabutan izin usaha atas nama si X.
2. Bersifat Individual :
3. KTUN itu tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.
4. Jika yang dituju itu lebhi dari seorang, maka tiap” nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan.
5. Misal : keputusan tentang pelebaran jalan.

Bersifat final :
1. KTUN yang dikeluarkan itu sudah defenitif, dan Karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.
2. KTUN yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final.
3. Misalnya : keputusan pengangkatan seorang PNS yang memerlukan persetujuan BANK.
4. Soal KTUN berantai atau terkait dengan keputusan lainnya. (yang final adalah yang menimbulkan akibat hukum).

 KTUN yang dikecualikan
 KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata
 KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
Ada 2 konsekuensi :
Tidak perlu adanya dictum putusan hakim yang berupa agar pihak” tertentu baik yang diikutsertakan pada salah satu pihak maupun yang tidak diwajibkan untuk menaati putusan pengadilan yang bersangkutan.

Ada 2 tanggung jawab pemerintah :
1. Tanggung jawab liability
Tanggung jawab yang diberikan atu yang dibebankan oleh pemerintah yang berkaitan dengan public servis. Misalnya : kecelakan yang terjadi yang dilakukan oleh supir angkot salah satu lembaga.
2. Tanggung jawab responbility
Tanggung jawab yang timbul karena adanya perbuatan dari instansi pemerintah dan berdampak secara politik kepada penanggung jawab tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintah. Misalnya : tindakan korupsi----->presiden (sebagai pemegang tertinggi pemerintahan), dalam hal tugas untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, sehingga presiden dapat diminta pertanggung jawabannya--->ERGA OMNES.
Dalam rangka pembebanan pihak” yang tergugat.
Perbedaan antara kewenangan yang bias digugat :
 Mandat : ada intervensi ----> yang digugat pemegang tanggung (kewenangan beralih tapi tanggung jawab tidak beralih).
 Delegasi : tidak ada intervamsi (kewenagan dan tanggung jawabnya beralih).

Perbedannya :
1. Prosedur pelimpahan
• Mandate (dalam hubungannya rutin atasan bawahan, hal biasa kecuali dilarang secara tegas).
• Delegasi dari suatu organ pemerintahan, kepada organ/institusi lain dengan peraturan perundang”an.
2. Tanggung jawab dan tanggung gugat
• Mandate : pemberi mandate
• Delegasi : yang digugat adalah seorang delegatalis.
3. Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenag itu kembali :
• Mandate : setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenangyang dilimpahkan itu.
• Delegasi : tidak dapat menggunakan wewenang itu kecuali setelah ada peraturan pencabutan (yang dicabut adalah UUnya).
• (baca pada pasal 1 angka 6 UU-PTUN).

Bahan Kuliah (Hukum Keuangan Negara)

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Negara
I. Pengertian :
Meliputi ;
1) Pengawas : tindakan yang juga menilai tetapi lebih menekankan pada upaya preventif.
2) Pemeriksa pasal 23 e UUD NRI 45
BPK (badan pengawas keuangan) yang bebas dan mandiri.
Pemeriksaan adalah tindakan menilai dari apa yang (tindakan refresif) seharusnya dengan kenyataan.

II. Lembaga / Institusi pemeriksaan.
 BPK (pemeriksa eksternal; tidak berada didalam pemerintah) diatur dalam UU No.15 / 2006
 BPKP (pemeiksaan internal) diatur dalam Kepmen No. 30/1980
 Inspektora (dalam lingkup provensi, kabupaten/kota) diatur dalam PP No.41/2007

Fungsi Pemeriksa :
 Fungsi operatif : tugas memeriksa
 Fungsi Renkomendasi : fungsi tuntutan.
 Fungsi Quasi Yudisial : fungsi penyelesaian keuangan Negara/daerah.
- Tuntutan kebendaan
- Tuntutan ganti rugi terhadap pengawai bukan bendahara.

Kedudukan BPK
Diatur dalam pasal 2 dan 3 UU No. 15 / 2006
Pasal 2:
BPK merupakan lembaga pengawasan yang bebas dan mandiri dalam mengelolah keuangan.
Pasal 3 :
Ayat 1 : BPK berkedudukan
Ayat 2 : BPK memiliki perwakilan seperti yang pembentukan perwakilan seperti yang tercantum pada pasal 2.

Susunan keanggotaan BPK diatur dalam pasal 4 dan pasal 5.
Pasal 4 :
1) BPK mempunyai 9 orang Anggota yang diresmikan oleh Kepres.
2) Susunan BPK terdiri dari seorang ketua (merangkap anggota), seorang wakil ketua (merangkap anggota) dan 7 anggota lainnya.
3) Keputusan presiden tentang pengangkatan ditetapkan paling lambat 30 hari sejak BPK ,terpilih yang diajukan oleh DPR.

Tugas BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Diatur dalam pasal 6
Ayat 1 :
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah pusat/pemerintah daerah/ lembaga Negara lainnya/ BUMD (badan usaha milik daerah) dan lembaga/ badan lain yang mengelolah keuangan Negara.
Ayat 2 :
Pelaksanaan pemeriksaan BPK dilakukan berdasar UU tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Ayat 3 :
Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan untuk tujuan tertentu.

Masalah anggota lain :
Bisa diwaakili atas nama BPk baik itu akuntan umum, dsb.

Pasal 7
1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan kepada DPR/DPD dan DPRD sesuai dengan kewarganegaraan
2) DPR/DPD/DPRD menidak lanjuti hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan tata tertib lembaga masing-masing.

Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah

Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang,surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hokum baik segaja maupun lalai.

Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
UU No.1 Tahun 2004, Pasal 59 ayat (2),(3) :
Ayat 2 :
Bendahara,pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain, yang karena perbuatannya melanggar hokum atau melalaikan kewajiban yang dibebanksn kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
Ayat 3 :
Setiap pemimpin kementerian Negara atau lembaga kepala satuan kerja perangkat daerah dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam kementerian Negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.

Pasal 60 :
Ayat 1 :
Setiap kerugian Negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor, kepala menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 hari kerja, setelah kerugian Negara itu diketahui.
Ayat 2 :
Segera setelah kerugian Negara tersebut diketahui, kepada bendahara pengawai negeri, bukan bendahara, atau pejabat lain, yang rata-rata melanggar hokum /melakukan kewajibannya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat 2, segara dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian Negara dimaksud.
Ayat 3 :
Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak dapat menjamin pengembalian kerugian Negara menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan segeras mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepala ybs.
Dasar hokum untuk daerah :
1) UU no.1 tahun 2004
2) PP no.58 tahun 2005
3) Peraturan BPK


__Keuangan Negara__

Inspectoral daerah
Provensi
Kab/kota
Yang berlaku : BPK dan BPKP-----> nasional

PP No.41/2007 tentang organisasi pangkat daerah (inspektorat).

Tuntutan ganti rugi ditujukan :
• Baik bendahara (ditetapkan oleh BPK)
• pejabat lain yang bukan bendahara (ditetapkan oleh instansi yang bersangkutan)
NB ; apabila terdapat temuan, maka ada tindak lanjut.

Prosedur :
Hasil prosedur diserahkan kepada BPK--->(standar pemeriksaan keuangan)inspektorat--->melaporkan ke BPK (perolehan provinsi).


__Tanggung Jawab Keuangan Negara__

Pasal 1 angka 7 UU No.15/2004
TJKN---->kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan Negara secara tertib, taat kepada Perpu efesien,ekonomis,efektif dan transparan dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Untuk mengetahui apakah terpenuhi :
• Yaitu dengan menggunakan standar pemeriksaa--->karena dalam pemeriksaan ada banyak orang seperti BPK,dll.

Ketentuan dalam UU No.17/2002 tentang keuangan Negara pasal 30 :
1) Presiden menyampaikan rancangan UU tentang pertanggungjawaban pelaksaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat”nya 6 bulan setelah tahun ajaran berakhir.
2) Laporan keuangan dimaksud setidak”nya meliputi :
• Laporang realisasi (pendapatan, belanja, biaya)
• APBN (arus kas)
• Catatan atas laporan, yang dilampiri keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.

NB :
PP No.8/2006----> pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah.

04 Desember 2008

__Kerugian Negara / Daerah__

Pasal 1 angka 22 UU No.1/2004
Kerugian Negara : kerangya uang,suart berharga,barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum sengaja/tidak.

Keuangan Negara menurut pasal 1 angka 1 jo pasal 2 UU No.17/2003, Konsep dasarnya :
1. APBN
2. APBUMN
3. APBD
4. APBUMD (pihak ke-3)
5. dsb

Kasus :
Keuangan Negara : mendirikan PT/BUMN
• Uang/Modal Negara---->51% (kekayaan yang dipisahkan).
• Uang/modal dari pihak lain--->49%
Total yamg dikelolah 100% oleh BUMN (misal :yg bergerak di bidang Industri )
Dalam hal ini terdapat pengurus pengelolaan perusahaan yang terdiri dari :
• Direksi
• Komisaris
• Tata usaha keuangan (bendahara).
Tujuan didirikannya PT --->mencari keuntungan untuk Negara dan pihak PT itu sendiri.
Namun dalam pengelolaan mengalami kerugian.

Pertanyaan :
1. Apakah kerugian tersebut masuk atau tidak sebagai kerugian Negara?
2. Apakah msuk tindak pidana korupsi?
Jawaban :
Ada 2 jawaban yang benar yaitu :
• Jika dikaitkan dengan pengertian kerugian Negara itu sendiri, maka kerugian diatas dikategorikan sebagai kerugian Negara. Karena kerugian yang disebabkan oleh pengelolaan baik sengaja maupun tidak sengaja itu tetap saja merupakan kerugian Negara.
---> jawaban ini merupakan ketentuan dari sifat hukum positif Indonesia.
• Dan jika menggunakan logika, maka menurut Prof.Dr.Arifin Admaja kerugian itu bisa dikategorikan bukan kerugian Negara. Karena dalam hukum perdata, PT merupakan perusahaan yang didirikan dan dikelolah oleh banyak pihak. Jadi

Bahan Kuliah (Hukum Perdata)

SISTEM EKONOMI

Setiap system ekonomi memiliki prinsip/asas yang memfungsi mengayomi/mendasari semua system yang lahir.
Asas menempati posisi pertama,fungsinya :
 Sebagai sumber nyata yang akan mengayomi semua aturan yang ada dibawahnya.
 Menyelaraskan segala bagian” yang ada dibawahnya.

Beberapa asas yang bisa dijadikan sumber dalam Hukum Ekonomi :
• Asas memajukan kesejahtraan umum
Berekonomi, menciptakan kebijakan dalam hokum ekonomi harus diserahkan terwujudnya kesejahtraan.
• Mencerdaskan kehidupan bangsa.
• Asas keadilan social
Sangat penting karena lambing dari keadilan ekonomi__yaitu semua rakyat bisa merasakan hal yang sama.

Asas ekonomi menurut Prof. Sunaryati Hantiwu :
1. Asas menfaat
2. Asas keadilan, pemerataan, dan prikemanusian.
3. Asas kemandirian dan berwawasan kebangsaan
4. Asas usaha bersama dan kekeluargaan
5. Asas demokrasi ekonomi

Dibidang ekonomi, ada beberapa asas menurut Armadi Usman :
1. Asas efesiensi
2. Asas kebersamaan,kelayakan,keseimbangan,kesinambungan.
3. Asas
4. Asas kemandirian dan

07 November 2008

Beberapa bentuk peranan Negara dalam kegiatan ekonomi :
1. Kebijakan (bersifat konsektual dan praktis)
2. Regulator
3. Evaluator (sebagai pengontrol terhadap kebijakan ekonomi seperti komisi perbankkan)
4. Pelaku
No Ancangan Hokum Dagang Hokum Ekonomi
1 Sejarah colonial tuntutan walfare state
2 Metode monodisipliner transdisipliner
3 Filosofi liberal/sekuler demokrasi/integralistik
4 Materi konsep dasar pengembangan
5 Sifat privat/swasta privat/public
6 Jangkauan domestic global/transnasional
7 Peran Negara invisible hand visible hand

Fungsi Negara
(intervensi Negara dalam perekonomian)
Adam smith woltgones Friedmen LA. Beelhand
Tugas keamanan dan fungsi penyediaan fungsi pengatur
Ketertiban (provider) (deordenende)
Tugas penegakan fungsi pengatur fungsi penyelenggara
Keadilan (justice (regulator) (de presterende)
Inforercement)
Tugas membangun fungsi pengusaha fungsi pengendali
Fasilitas dan (entrepreneur) (de sturende)
Pranata umum
Fungsi wasit fungsi wasit
(empire) (de arbiter rende)





Rudi Prosetya Undang-Undang
1. Melalui jalur larangan fungsi pengatur
(retriksi) – UU (de ordenende)
2. Melalui mekanisme fungsi penyelenggara dan fasilitator
(perisinan)
3. Melalui peraturan fungsi pengawasan dan pengendali
4. perpajakan
Pelaku/keikutsertaan fungsi penjaga keamanan dan
Dalam ekonomi ketertiban
Fungsi wasit

14 November 2008

__Sistem Ekonomi Indonesia__

Indonesia menaganut system hukum Indonesia apa? Yaitu :
1. Kapitalis (Adam smith)
2. Sosialisme (Karl maX, Lenin).
3. Islam (ekonomi islam/syariah)
4. Kerakyatan (Hatta, Adi sasono)/Konvensional.
5. System ekonomi pancasila (mubyarto, sri E.surasono)
6. System demokrasi ekonomi (GBHN).

Ekonomi Pancasila----->system yang dibangun berdasarkan nilai” Pancasila yaitu :
1. Ketuhanan
2. Persatuan
3. Kebersamaan
4. Keadilan social
5. Permusyawaratan

Dasar system Ekonomi Pancasila :
1. Pembukaan UUD 45
2. UUD 45 pasal 33,26,34
3. GBHN
4. Propenas

Demokrasi ekonomi :
- Kegiatan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat == rakyat meman rakyat.
- Rakyat terberdayakan, saat ini system rakyat semakin tidak berdaya, nanti sisanya.
- Rakyat dagang, buktinya selalu minta suap, bantuan saja terus tanpa hasil, karena tidak komitmen untuk pengembangan diri dan masyarakat.

Ekomomi kerakyatan berpradigma :
1. Kedaulatan rakyat
2. Negara bersifat integralistik instrumennya UU.
3. Negara berpradigma agama

Menurut Mubyarto :
- System ekonomi kerakyatan adalah system yang berbasis pada kekuatan rakyat.
- Sector ekonomi rakyat : sector ekonomi baik secara produksi,distribusi, dan komsumsi yang melibatkan banyak rakyat, memberikan manfaat rakyat banyak, pemilikan dan pemilihan oleh kebanyakan rakyat.

Calupan ekonomi kerakyatan :
- Konsep,kebijaksanaan, dan strategi pengembangan.
- Pelaku ekonomi rakyat sendiri baik dalam bentuk koperasi,usaha menengah dan kecil maupun usaha………
- Kondisi dan keadaan ekonomi rakyat.

Bentuk usaha ekonomi rakyat :
- Usaha tradisional (nelayan)
- Sector informal (pedagang kaki 5, memtik hasil hutan,budidaya,tembaga,lahan perikanan,kerajinan).
- Small but modern enterprices/family--->enterprises dikelola secara professional.

Siapa itu rakyat :
- Hukum internasional :
Syarat berdirinya Negara adanya wilayah,rakyat, dan pemerintah. Semua penduduk yang bukan pemerintah adalah rakyat.
- Pandangan Karl MAX, rakyat adalah kaum proktor (pekerja) pemilik modal/konglomerat tidak dikategorikan sebagai rakyat.
- Di Prancis, petit people (wong cilik).

Pengembangan ekonomi berkaitan dengan :
1. Infra struktur,sarana, prasarana,dan jaringan.
2. Capital
3. Jangka kerja (pemasaran,informasi,manajer, dan teknologi).

Peran nilai etika-moral :
1. Pemberlakuan UU dan pengembangan usaha lain AS smell bussines administration)
2. Pemilik saham oleh pekerja
3. (employee stuch ownership) dan penyertaan pekerja dalam pengambilan keputusan.

Urgensi dibangkitkan kembali ekonomi rakyat :
1. Rakyat jelas banyak berkorban
2. Ekonomi rakyat riel dan konkret
3. Upaya pelibatan rakyat dalam proses pembayaran luar langsung.
4. Tuntutan nasional (kontradiktif dengan tidak down effect).

5. Konsep triple CO (tiga kebangsaan) pemulihan rakyat dalam ekonomi :
6. Kebersamaan dalan pemulihan asset (CO ownership/

21 November 2008
__Ekonomi Alternatif__

Ekonomi Alternatif :
1. System ekonomi ilahiyah
2. System ekonomi insaniyah
3. System ekonomi keselamatan
4. System ekonomi kesejahtraan
5. System ekonomi keadilan

Subtansi ekonomi syariah :
Ekonomi Alternatif mix (campuran) ---->lahir karena pencampuran system yang ada.
(tidak condong ke liberalisme dan sosialisme)---->antara liberal dan sosialis digabung dan mengasilkan hukum positif.

• Syariah (islam)--->lahir dan berlaku < 20 tahun.
• Mendapat t4 sebanding dengan system” ekonomi yang berkembang lebih dahulu.
• Lahir secara mandiri (tanpa terbentuk dan terlepas dari ekonomi yang ada)
NB :
Untuk UU yang bertentang : dibuang
Untuk UU yang selaras : diakomodasikan.
- system ekonomi syariah tidak menempatkan pada ekonomi Konvensional.
- System yang menempatkan Tauhid t4 tertinggi.
Ad.1
System ekonomi yang memegang tinggi harkat dan martabat manusia/
Ad.2
System ekonomi yang menjunjung tinggi ilahiyah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
Ad.3
Karena dalam ekonomi syariah, Dunia ini hanyalah sementara. Bumi adalah sarana, mencapai kehidupan abadi maka dunialah yang harus diselamatkan terlabih dahulu. Keselamatan disini bermakna apapun kegiatan ekonomi yang kita lakukan harus suci (halal).
Ad. 4
Ajaran kesejahtraan yang dilaksanakan adalah kesejahtraan dunia dan akhirat. Yang membedakan adalah indikatornya. Indikatornya dari syariah angat subtantif dan indicator yang terdapat dalam system ekonomi lain sangat materialis.
Ad.5
- Menurut system kapitalis----->keadilan adalah sama rasa sama rata.
- Menurut system syariah ----->menempatkan pada tempatnya, Namun dalam hal ini, system ini mengjunjung tinggi keadilan.

Hakekat ekonomi syariah :
1. Bagian integrasi dari Dienul Islam sebagai way of life.
2. Termasuk dalam
3. Salah satu bidang dari hukum Muamalah islam
4. Sebagai pemegang hukum dalam kegiatan ekonomi islam
5. Bersifat terbuka
6. Bertujuan untuk kesejahtraan dan keselamatan akhirat (limar dhatullah).
7. Menterpadukan antara bidang hukum dan ekonomi
8. Selain sebagai mazhab juga ilmu ekonomi

Template by : kendhin x-template.blogspot.com